Bandarlampung, Ombudsman Republik Indonesia meminta BPN serius tangani sengketa tanah dan blokir tanah. Pasalnya, berdasarkan hasil kajian sistemik yang dilakukan Ombudsman masih ditemukan adanya potensi maladminitrasi dalam pelaksanaan layanan tersebut oleh BPN. Hal ini ditegaskan oleh Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih yang hadir pada acara Diseminasi Hasil Systemic Review (04/10) di Hotel Novotel dengan tema “Potensi Maladministrasi dalam Pelayanan Penyelesaian Sengketa Tanah dan Blokir Tanah pada Kantor Pertanahan di Provinsi Lampung”.
Dalam kegiatan Diseminasi, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung Nur Rakhman Yusuf menuturkan, kajian sistemik dilakukan melalui tahapan pencarian informasi dan data di lapangan mengenai praktik pelayanan penyelesaian sengketa tanah dan blokir tanah pada 7 (tujuh) Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dan hasil Fokus Grup Diskusi dengan pihak-pihak terkait.
"Hasil pencarian informasi dan data yang diperoleh kemudian dianalisis, ternyata ditemukan potensi maladministrasi dalam pelaksanaan pelayanan penyelesaian sengketa tanah dan blokir tanah tersebut," ungkapnya.
Potensi maladministrasi itu, sambung Nur Rakhman, antara lain meliputi adanya penyimpangan prosedur dalam penyelesaian sengketa tanah yang merupakan kewenangan Kementerian, contohnya tumpang tindih sertipikat,
"pihak Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota masih melakukam mediasi terhadap sengketa yang merupakan kewenangan Kementerian, padahal sengketa atau perselisihan itu timbul akibat adanya dugaan kesalahan administrasi di BPN itu sendiri. Masa' masyarakat yang disuruh berdamai, harusnya kan diselesaikan di internal BPN. Selain itu, pada pelayanan blokir tanah tidak dilakukannya pemeriksaan kelengkapan persyaratan dan pengkajian. Padahal hal itu penting dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan hukum antara pemohon (perseorangan dan badan hukum) dengan tanah yang diajukan blokir. Akibatnya, masyarakat nanti yang akan dirugikan," tandasnya.
Pada kesempatan itu, warga Bandar Lampung Matsani Abdullah dan Supari juga menyampaikan keluhan terkait pelayanan penyelesaian sengketa tanah yang diberikan oleh pihak BPN. Mereka merasa dirugikan kerugian akibat adanya dugaan kekeliruan dalam pengukuran tanah, sehingga sertifikat tanah yang dimiliki warga menjadi tumpang tindih,
"sejak bulan Mei 2017 sampai dengan saat ini BPN belum menyelesaikan persoalan yang kami alami," terangnya.
Sementara itu, akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, FX Sumarja menyampaikan, selaku Pejabat Tata Usaha Negara apa yang akan terjadi kalau tindakan pemerintahan yang dalam hal ini diambil oleh kantor BPN tdak sesuai dengan peraturan perUUan yang berlaku. Akan mengalami kekosongan hukum apabila pelaksana UU keliru menggunakan peraturan yang ada. Salah prosedur apabila tidak sesuai dengan SOP,
"Setiap instansi pemerintah di dalam memberikan pelayanan harus membuat SOP, dalam hal ini terkait prosedur dalam melakukan pengukuran tanah. Jadi dalam proses pengukuran tanah harus diikuti dengan Kepala Desa dan tetangga yang bersangkutan. Keabsahan tindakan pemerintahan harus memenuhi 3 unsur, yaitu 1. Ada Kewenangan, 2, Ada Prosedur, 3. Substansi aturan yang menjadi dasar pembuatan keputusan itu," jelasnya.
Perwakilan Kanwil BPN Provinsi Lampung Endi Purnomo mengakui bahwa pelayanan yang diberikan memang belum dilaksanakan dengan baik, dan belum sepenuhnya memahami Permen 11 Tahun 2016 dan Permen 13 Tahun 2017. Sehingga potensi terjadinya maladministrasi dapat terjadi. Kemudian, terkait Permen 11/2016 dan 13/2017 sebenarnya permen tersebut sudah lengkap dan sudah bagus untuk menyelesaiakn sengketa dan blokir tanah.
"Namun ada beberapa kendala yang kami alami, salah satunya terkait minimnya SDM, sedangkan beban pekerjaan lumayan banyak, apalagi 2 tahun ini kami dibebankan oleh pemerintah untuk kegiatan PTSL. Namun hal tersebut akan memotivasi kami untuk lebih baik dalam melayani masyarakat," ungkapnya.
Di akhir kegiatan Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih menyampaikan harapannya agar hasil systemic review ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi internal dalam pelaksanaan pelayanan penyelesaian sengketa tanah dan blokir tanah di Provinsi Lampung.
"Hasil systemic review ini diharapkan menjadi saran guna perbaikan dalam pelayanan penyelesaian sengketa tanah dan blokir tanah pada Kementerian ATR/BPN, Kanwil BPN Provinsi Lampung, dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung," pungkasnya.
(*)
0 Komentar