Artikel dengan Judul Stupid Love
Artikel, infokyai.com - Nama ku Rinjani, biasa dipanggil Rin. Tahun ini di umur ku yang ke-17 tahun, aku memutuskan untuk merubah hidup ku. Dulu aku terkenal dikalangan guru-guru karena nilai ku selalu dibawah KKM, tapi di kelas dua semester satu ini, aku berniat untuk jadi anak yang lebih baik dengan nilai yang lebih baik pula. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk menyingkirkan apapun yang dapat mengganggu fokus ku, termasuk hal yang paling ditunggu berjuta umat di dunia ini yaitu pacaran.
Artikel, infokyai.com - Nama ku Rinjani, biasa dipanggil Rin. Tahun ini di umur ku yang ke-17 tahun, aku memutuskan untuk merubah hidup ku. Dulu aku terkenal dikalangan guru-guru karena nilai ku selalu dibawah KKM, tapi di kelas dua semester satu ini, aku berniat untuk jadi anak yang lebih baik dengan nilai yang lebih baik pula. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk menyingkirkan apapun yang dapat mengganggu fokus ku, termasuk hal yang paling ditunggu berjuta umat di dunia ini yaitu pacaran.
“Please deh, Rin. Gue tuh heran
banget sama loe, bisa-bisanya sih loe nolak kak Rafi. Kurangnya dia itu apa
coba? Ganteng, tajir, baik, pinter lagi. Orang kayak gitu bisa-bisanya loe
tolak?” protes Ayu, teman sebangku ku sekaligus sahabat ku.
Sembari menaruh tas ku dibangku, aku meladeninya
dengan wajah jutek.
“duh, Yu. Gue udah bilang
berkali-kali kan sama loe. Gue itu lagi gak mau pacaran dulu.”
“hah?! Gak mau? Loe gimna sih, loe
kan udah 17 tahun masak gak mau pacaran sih? Ini SMA loh, Rin. Masa-masa
sekolah paling indah, masak mau loe isi sama pelajaran doang?”
Aku hanya menganggkat bahu ku “yah,
gitu deh.”
Dengan wajah kecewa sohib ku ini
berkata “kok gitu sih, Rin. Gue sebagai sahabat loe cuma gak mau loe nyesel ngelewatin
masa-masa muda loe sebagai jomblo. Udah saatnya loe cari pacar, Rin.”
Aku mengangguk “yah, nanti gue
pikirin lagi deh.” walau sebenarnya, dihati ku masih menolak untuk pacaran,
tapi aku pikir percuma beradu argumen dengannya.
Mungkin,
orang-orang yang mengetahui tentang prinsip ku satu ini akan berpikir kalau aku
kolot atau mungkin tidak pernah tau yang namanya jatuh cinta. Tapi semua itu
salah, justru aku bisa semangat untuk belajar karena cinta pertama ku.
Saat itu, aku masih kelas satu.
Seperti yang aku bilang sebelumnya kalau dulu aku itu bodoh soal pelajaran.
Nilai-nilai ku selalu dibawah KKM sehingga selama 2 minggu aku mendapat
tambahan jam belajar intensif dari wali kelas ku agar aku bisa naik kelas.
Lalu, dari sanalah aku bisa bertemu dengannya. Dia pria tinggi berkacamata dan
berwajah manis. Michael namanya.
Pak Bambang, selaku guru yang memberi
ku jam belajar tambahan, menunjuk Michael sebagai pengganti dirinya sewaktu ia
tak sempat mengawasi ku.
“Nih, tugasnya untuk hari ini.”
katanya sembari menyodori ku beberapa lembar soal matematika. Aku terheran-heran
memandanginya. Aku duduk sendirian dikelas ini untuk menunggu seorang guru
dengan jenggot dan kumis, tapi yang datang justru siswa dengan pakaian rapi dan
tas ransel.
“loh, Pak Bambangnya mana?” tanya ku
polos padanya.
“Pak Bambang sakit, jadi hari ini gak
bisa datang. Dia menyuruh ku memberikan ini pada mu.”
“oh, gitu.” Aku mengangguk paham.
Tiba-tiba terlintas niat setan dibenak ku. “ah, Pak Bambang-nya aja gak masuk.
Ngapain gue repot-repot belajar disini. Kerjain dirumah ajalah.” Ujar ku. Baru
saja aku membopong tas ransel ku dan berniat ingin pergi, tapi belum juga jauh
dari meja ku, Michael keburu menarik kerah baju ku. Aku menoleh kearahnya
dengan geram, tapi begitu ia menunjukkan lembaran soal yang lupa ku bawa aku
langsung menyeringai sok alim. Segera ku ambil kertas-kertas itu dari tangannya
dan berniat sekali lagi buat kabur. Tapi lagi-lagi Michael menghentikan ku
dengan menarik kerah ku. Kali ini aku sukses dibuatnya marah.
“iih, apaan sih loe. Kan udah gue
bilang mau gue kerjain dirumah. Lagian, hak loe apa ngelarang-ngelarang gue
pergi, hah?!” bentak ku geram.
Dengan santainya, ia menunjuki ku
sebuah SMS dari Pak Bambang. Isinya kurang lebih tentang penunjukan ia sebagai
pengawas ku kalau Pak Bambang tak bisa hadir.
“jadi, Pak Bambang menyuruh ku untuk
mengawasi mu mengerjakan soal-soal ini disini, bukan dirumah.” ujarnya dengan
penekanan pada kata ‘bukan’.
Aku hanya bisa mendengus kesal
padanya. Hari itu, dengan terpaksa aku mengerjakan soal disana dengan
pengawasannya, padahal dia sendiri hanya duduk dan membaca buku novelnya. Saat
aku kehilangan fokus ku, ia mengetuk meja ku dengan penggaris papan tulis dan
saat memergoki ku bermalas-malasan ia malah melempar ku dengan kertas. Padahal
sudah satu jam aku berkutat dengan soal-soal ini, tapi rasanya tak ada kemajuan
sedikit pun. Stress dengan pengawasan yang begitu menyebalkan darinya dan
soal-soal yang memusingkan kepala, aku menghempaskannya lembaran soal itu
kelantai, lalu menenggelamkan kepala ku di lipatan tangan yang tersusun rapi
diatas meja. Pikiran ku hanya satu waktu itu, pulang dan terbebas dari neraka
jahanam ini.
“yah, gitu aja depresi.” suara
Michael membangunkan ku.
Ia menyeret sebuah kursi ke sisi
depan meja ku dan duduk disitu. Soal-soal itu telah ia pungut dan kembali dia
taruh didepan ku.
“gue udah gak mood ngerjain tuh soal.
Kasih aja ke Pak Bambang, biar aja kalo nilai gue jelek, niminal dikasih
tumpukan soal lagi atau maksimalnya gak naik kelas.” ujar ku dengan nada kesal,
sembari menyodorkan soal-soal itu kepadanya lagi.
Ia mencermati soal itu, lalu tanpa
ada aba-aba apapun ia mengambil pensil ku dan mengerjakan beberapa soal. Aku
yang sebenarnya sudah kesal dibuatnya, sekarang malah dibuat bingung dengan
kelakuannya. Aku mencuri-curi pandang melihat ia mengerjakan beberapa soal yang
menurut ku paling sulit. Setelah selesai, ia menyodorkannya kembali pada ku.
“nih, sebagai permintaan maaf. jangan
bilang-bilang Pak Bambang, ya.” katanya.
“terus, sisanya?”
“yah, kerjain sendiri lah. Itu yang
susah udah aku bantuin kerjain, kan.”
Aku cuma bisa pasrah dan kembali
mengerjakan soal-soal sial ini. Tapi, sepertinya karat di otak ku ini tidak mau
hilang. Padahal sudah satu jam berlalu
dan aku hanya berhasil mengerjakan 3 soal. Sebari garuk-garuk kepala dan menggerigiti
ujung pensil ku aku berpikir keras, membolak-balik buku matematika ku yang
tebal tapi terasa tak berguna itu. Mungkin, melihat ku kebingungan Michael
menutup novelnya dan memeriksa pekerjaan ku.
“hem, udah ada kemajuan.” Katanya .Ia
mencermati kembali soal-soal itu, lalu ia berhenti disatu halaman dan
menunjukan satu soal pada ku.
“kayak ini gak bisa? Ini gampang kok.”
ujarnya kemudian.
“ini susah, gue udah cari dibuku
jalannya, tapi gak ada.”
“coba pakai rumus ini.” lalu ia
menuliskan sebuah rumus yang simple tapi belum pernah aku tau sebelumnya. Aku
mencari jawaban dari rumus yang ia tulis dan benar saja aku menemukan
jawabannya hanya dalam beberapa menit.
“wih, hebat! Kok loe tau ada rumus
kayak gini? Setau gue ini gak diajarin di sekolah? Loe les privat ya?” ujar ku
kagum.
“enggak, ini sebenarnya rumus dari
buku cetak semester satu. Tapi, karena menurut ku kepanjangan, jadi aku singkat
aja.”
“rumus loe singkat?! Emang gimana
caranya rumus itu loe singkat?”
“jadi, aku ambil contoh ini ya....” ia
pun menjelaskannya dengan detail sampai aku mengerti. Sampai tak terasa, begitu
banyak waktu yang terlewatkan untuk mengerjakan soal-soal itu. Walaupun masih
ada beberapa soal yang belum sempat aku kerjakan, tapi aku merasa puas dan PeDe
dengan jawaban ku. Walaupun sebagian besar jalannya dialah yang memberi tahu
ku.
Begitulah kami
menghabiskan waktu sepulang sekolah. Mengerjakan soal-soal dari pak Bambang
sampai sore. Hari demi hari pun absen Pak Bambang untuk mengawasi ku makin
banyak saja, jadi otomatis Michael-lah yang lebih sering mengajari ku ketimbang
Pak Bambang sendiri. Dari sana, aku makin akrab dengannya. Walaupun Michael itu
anak yang nyebelin kuadrat, tapi dia
anak yang baik kok. Bahkan, pernah suatu hari aku memergoki dia membelikan
kelinci untuk seorang gadis kecil. Keesokan harinya, aku menceritakan kepadanya
bahwa aku melihatnya kemarin, lalu aku menyakan siapa gadis kecil itu. Ia malah
tersipu malu dan meminta ku untuk tidak membahasnya. Walaupun pada akhirnya ia
menceritakan juga bahwa gadis kecil itu adalah adik tunggalnya. Setidaknya
begitulah perkenalan singkat ku dengan Michael yang sekarang statusnya sebagai
teman sekelas ku.
Dikelas sendiri, Michael
terkenal sebagai sosok yang pendiam, sedikit sombong, bermulut pedas, walaupun
pintar tak banyak yang suka padanya. Tapi, mungkin aku termasuk dalam golongan
yang sedikit itu. Aku merasa mulai menyukainya walaupun ia sering berkata pedas
pada ku atau mungkin sesekali mengusili ku dengan melempar kertas saat aku
kembali pada mode ‘Lazy’ ku. Tapi, seperti semua hal itu ku kesampingkan ia
terlihat baik dimata ku dan mungkin terlihat kebalikkannya dimata orang lain,
termasuk sahabat ku Ayu yang setengah mati sebel
dengannya. Oleh sebab itu, aku tak pernah cerita soal perasaan ku ke Michael
pada Ayu. Aku gak mau dengar dia uring-uringan, karena aku yakin pilihan hati
ku tak salah.
Kembali pada kesadaran ku
sekarang. Aku berbaring di kasur ku, mengabaikan buku-buku pelajaran yang
berserakan sembari memandangi pena warna-warni ku yang imut, lalu terpikir
dibenak ku. Akan bagus kalau aku meledeknya dengan memberikannya pena warna
pink. Memikirkan apa yang bakal dikatakan teman-teman kalau melihat Michael
memakai pena seperti milik perempuan. Itu pasti akan jadi hal yang seru.
Keesokan paginya, seperti
yang telah ku rencanakan. Aku memberikannya sebuah pena berwarna pink, dengan
alasan sebagai tanda terimakasih ku. Kupikir dia akan menolak, tapi tanpa ku
duga ia menerima pena itu tanpa protes sedikit pun dan dengan PeDenya dia
menggunakan pena itu tanpa malu, bahkan saat diledekin Yanto, kawan
sebangkunya. Sebenarnya, aku merasa gak tega tapi ini terlalu asik buat di
lewatkan.
Beberapa minggu berlalu,
aku bahkan tak pernah melihat dia melepaskan pena pink pemberian ku. Selalu
memakainya, juga selalu ada di sak bajunya. Jujur saja, baru kali ini aku
merasa sangat dihargai, bahkan guyonan ku yang mungkin menurut beberapa orang
itu agak menjengkelkan dan harusnya bisa ia simpan saja tanpa digunakan dia
menganggapnya serius. Kelakuannya yang seperti itu malah membuat ku bingung sekaligus
merasa senang. Aku bingung harus bersikap bagaimana kepadanya sekarang.
Mungkinkah itu ungkapan perasaannya yang tak terucap atau hanya permainannya
untuk membiarkan aku merasa ke-PeDe-an.
Bulan demi bulan berlalu
dengan cepat dan akhirnya tiba juga aku diujung cerita masa SMA ku. Sekarang,
aku sudah selesai menghadapai berbagai Ujian Akhir ku. Masalah jomblo ataupun
tidak, sekarang sudah tidak terpikir lagi di otak ku. Biarlah aku akhiri
masa-masa SMA seperti apa kata Ayu dan seperti apa yang aku butuh dan beginilah
sekarang aku, mendapat hasil dari apa yang aku inginkan. Walaupun belum
sepenuhnya sukses mencapai peringkat 3 besar, tapi setidaknya aku sudah
memasuki 5 besar untuk peringkat kelas selama 3 semester berturut-turut. Walaupun,
kehidupan SMA ku pada akhirnya hanya sebuah kisah hidup monoton yang hanya
penuh dengan getaran aneh dan penantian panjang yang samar, tapi hari ini saat
acara perpisahan sekolah apa yang telah lama ku nantikan akhirnya terungkap.
Hari
itu Michael mengajak ku berkeliling menyusuri lorong-lorong kelas. Kami
berjalan berdampingan, aku tau kebiasaannya berjalan cepat, tapi kali ini ia
menyamakan langkah kakinya dengan ku. Aku tak mengerti maksutnya bertingkah
demikian sampai ia berhenti didepan satu ruangan yang sangat mengenang di hati
ku. Aku yang telah beberapa langkah berada didepannya spontan berbalik. Lalu,
dengan seulas senyum lembut diwajahnya, ia berkata pada ku.
“Kamu ingat ruangan ini, Rin?” tanya
sembari menatapi ruangan itu.
Aku menghampirinya, berdiri disampingnya
sembari menatapi ruangan yang sama dengannya. “gue gak mungkin lupa dengan
ruangan tempat gue dulu sering ngerjain soal dari Pak Bambang. 10 C gak banyak
berubah, ya.” ujar ku menimpali.
“hahaha, iya. Sekarang, kita sudah
mau jadi alumni. Ruangan ini, mungkin bakal jadi salah satu tempat yang bakal
aku kangenin. Termasuk seorang cewek yang pernah aku temui disini.”
Aku terperanjat mendengar ucapannya
barusan. Ku tatap ia dengan heran, tapi ia malah membalas tatapan ku dengan
senyuman lembut yang selama 3 tahun belum pernah aku lihat ia tersenyum begitu
pada yang lain.
“e-emangnya, siapa cewek itu?” tanya
ku berlagak bodoh untuk menutupi rasa berdebar ku.
“hahaha, aku heran sebenarnya kamu
ini belajar dengan benar gak sih? Masak bodohnya dari 3 tahun lalu gak
hilang-hilang.” katanya dengan tawaan jailnya seperti biasa.
“e-enak aja loe bilang. Lagiankan
mungkin aja cewek yang loe maksut itu beda sama apa yang gue pikirin.”
“hahaha, aku berani taruhan kalau
cewek yang aku maksut itu sama dengan yang ada dipikiran mu. mau coba buktiin?”
aku berpikir sejenak, kemudian mengangguk meng-iya-kannya.
“tapi, kalo tebakan loe salah, loe
harus traktir gue bakso di kantinnya pak Madi, ya?” tantang ku.
“dan kalo aku menang?”
“yah, terserah loe mau apa.” ia
tersenyum senang, tapi mungkin itu pertanda buruk buat ku.
“oke. Sekarang coba kamu sebutin nama
cewek yang kamu kira itu dan aku sebutin nama cewek yang aku maksut tadi.”
lanjutnya menjelaskan cara bermainnya.
“oke, siapa takut. Ayo, sama-sama ya?
1.... 2..... 3!”
“RINJANI.” kata kami berbarengan.
Aku terperangah, ternyata cewek yang
Michael maksut sama dengan apa yang aku kira, yaitu ‘aku’. Michael dengan
senyum kemenangannya berkata pada ku.
“tuh, aku bilang juga apa. Sama kan?”
entah kenapa, saat-saat begini justru membuat ku berdebar gak karuan, tapi
dilain sisi merasa kesal telah kalah darinya. Aku jadi tak bisa banyak bicara,
karena aku bingung harus merespon bagaimana untuk saat-saat seperti ini.
“Rinjani.” panggilnya dengan tegas
namun lembut, berhasil membuat ku nyaris berhenti bernafas.
“sekarang, karena aku udah menangin
taruhan ini, aku cuma mau satu hal dari kamu. Kamu mau gak jadi pacar ku?” aku
terkejut bukan main mendegar pertanyaannya barusan, sampai-sampai rasanya tak
mampu lisan ini mengungkapkan apa yang ingin hati ku ungkapkan. Aku terdiam
membeku.
Michael yang sepertinya sudah siap
dengan situasi ini, tapi nampaknya ia masih merasa malu. Bahkan setelah dia
menyatakan perasaannya, ia dengan gelagat malunya berusaha menjelaskan semuanya
padaku.
“aku pikir ini hari yang tepat buat
ngungkapin perasaan ku. sebenernya udah dari lama aku suka sama kamu, tapi
karena ngeliat kamu gigih banget belajar buat ngejar ketinggalan mu juga ngejar
keinginan mu buat masuk 3 besar di kelas, aku jadi ragu buat nembak kamu.”
jelasnya panjang lebar. Aku hanya bisa menggeleng mendengar penjelasannya itu.
Sungguh tak masuk akal, ia menunggu hari ini dari 2 setengah tahun lalu hanya
untuk memberi ku ruang fokus untuk kegiatan akademik ku. aku tersenyum geli
memikirkan itu.
“hahaha, loe emang anak aneh, Mike.
Tapi, makasih ya udah mau ngertiin gue.” Ujar ku pada akhirnya.
“jadi, kamu terima gak tawaran jadi
pacar ku?” tanyanya mengalihkan topik seketika.
Aku memandangnya, lalu tersenyum
geli.
“oh God! of curse, YES dear.” kata ku
dengan penekanan pada kata ‘yes’.
Wajahnya langsung tampak sumringah, aku
hanya tersenyum memandangi wajah kakunya itu yang sekarang terlihat udang rebus.
Akhirnya, sore itu tepat
didepan ruangan tempat pertama kali kami bertemu, sebuah ikatan antara aku dan
Michael terbentuk. Perasaan yang ternyata selama ini aku dan dirinya pendam,
hari ini tersampaikan. Mungkin, kami memang sejoli yang bodoh dimana yang satu
hanya berfokus pada cita-cita akademisnya dan yang satu lagi dengan bodohnya
menunggu selama lebih dari berbulan-bulan untuk tidak menghancurkan fokus yang
lainnya. Tapi, beginilah kisah cinta bodoh dan monoton kami. Selanjutnya, ikatan
ini akan tetap kami rajut. Walaupun akhirnya kami mengambil jalan yang berbeda,
juga harus terpisahkan disebrang pulau, tapi inilah jalan yang kami pilih. Bersama
menuju jalan kedewasaan, kami saling membantu, mengerti, menjaga dan tentunya
percaya. Karena dari sanalah cinta berasal, bukan untuk menghancurkan tapi
untuk melengkapi satu dengan lainnya. (ambar)
Punya Hoby Menulis ?
Mari bergabung di kyai.info ^,^
Bagaimana caranya untuk bergabung ?
caranya mudah ko ^,^
silahkan kirimkan artikel cerita kalian ke email :kawannongkrong@gmail.com
Mari bergabung di kyai.info ^,^
Bagaimana caranya untuk bergabung ?
caranya mudah ko ^,^
silahkan kirimkan artikel cerita kalian ke email :kawannongkrong@gmail.com
Format menulisnya :
MS.Word
Times New Roman 12
Tulisakan judul dan biodata kalian sebagai penulis (jika mau)
jika nama penulis ingin dirahasiakan silahkan tuliskan seperti ini :
Biodata Penulis Dirahasiakan.
MS.Word
Times New Roman 12
Tulisakan judul dan biodata kalian sebagai penulis (jika mau)
jika nama penulis ingin dirahasiakan silahkan tuliskan seperti ini :
Biodata Penulis Dirahasiakan.
Bantu Share Artikel ini dengan cara pilih tombol share / bagikan yang ada di bawah artikel ini .
terima kasih
terima kasih
Social Header